Beberapa bulan yang lalu saya baru selesai menjalani
kegiatan wajib yang harus dilewati oleh mahasiswa UIN Suska Riau berupa
pengabdian terhadap masyarakat. Pada intinya sebagai seorang mahasiswa kelak
akan memasuki dunia nyata yang menuntut banyak peran dan kontribusi kita dalam
masyarakat. Mungkin 2 bulan bukanlah waktu yang sia-sia untuk memetik pelajaran
dari kegiatan bernama KKN ini. Kuliah Kerja Nyata. Emang saat itu semuanya
memang terasa nyata. Berbeda dan berhikmah. Berbeda karena emang berbeda dari
kehidupan kita sebelumnya dan berhikmah karena banyak pelajaran yang dapat kita
petik dari cerita-ceritanya. Sebelumnya, kita terbiasa tinggal bersama keluarga
sedarah, sekarang menjalani hari-hari bersama keluarga baru yang sebelumnya tak
kita kenal, kalaupun kenal tidak pernah tinggal bersama. Ehmm.. Pada potongan
kisah KKN kali ini saya ingin bercerita tentang RUMAH POHON.
Pasti kita semua tau apa itu rumah pohon? Tapi belum
tentu kita semua pernah menaiki rumah pohon tersebut. Karena sahabat saya yang satu
kelompok KKN dengan saya yaitu Tri Wulandari, hingga penghujung masa KKN ia gak
bisa menikmati angin syahdu rumah pohon tersebut. Sepertinya sahabat saya
bernama Nur Aini pun belum pernah saya melihatnya menaiki rumah pohon, rugi
loh. Bagi saya rumah pohon adalah rumah inspirasi. Rumah yang biasa saya
singgahi kala hati merindukan sosok bidadari hidupku. Kala hati rindu pada Mama
dan keluarga di Pekanbaru. Rindu istana cinta yang juga tak kala
menginspirasinya. Atau saat ingin merangkai kata nan syahdu, biasanya saya
langsung menaiki rumah pohon di depan posko KKN. Biasanya sih saya menikmati
suasana syahdu rumah pohon itu bersama Umi atau Mbak Yani tapi seringnya sih
sendiri.
Kalau kata Wulan sih, saya lebih sering naik rumah
pohon kalau lagi merajuk. Yah, begitulah. Saat merasa kesal, sebel, beriba hati
karena ucapan, sikap atau keputusan dari teman-teman lainnya terkadang membuat
hati menangis dan membutuhkan suatu hal yang dapat menenangkan hati. Saat saya
menaiki rumah pohon itu, akan terasa kesejukan tersendiri di hati. Contohnya
aja saat saya kesal dengan si Kordes, Ilham Taufiq Saragih, ya iyalah saya sebel
sama dia, bayangkan aja, dia nyuruh saya buat menyelasikan sebuah surat dengan dateline yang sangat mendesak, saya
berusaha mengoptimalkan segala daya upaya saya agar dapat menyelesaikannya
secepat mungkin, eh malah dia pergi meninggalkan posko begitu saja tanpa ada
konfirmasi terlebih dahulu. Padahal saya berusaha mati-matian untuk
menyelesaikannya. Biasa sih sebenarnya masalahnya, hanya saja mungkin saat itu mood saya lagi tidak baik saat ini
membuat saya keselnya melangit. Hhehehe…
Hmm.. Angin di atas rumah pohon itu sejuk banget,
sepoi-sepoi, bisa-bisa kalau gak kuat-kuat menahan diri bisa sampai tertidur.
Selain cocok untuk tempat mencari inspirasi dan menenangkan diri kala sebel,
rumah pohon juga cocok sebagai tempat yang menyenangkan saat membaca novel
kesayangan. Akan terasa lebih menghayati jalan cerita dalam novel “Rembulan
Tenggelam di Wajahmu” karyanya om Tere Liye. Saya merasa lebih mengikuti alur
cerita tersebut saat berada di atas rumah pohon. Suatu hari nanti, saya sangat
ingin kembali menaiki rumah pohon itu. Dan cita-cita saya suatu hari nanti akan
minta seseorang untuk membuatkan rumah pohon terindah.
Nnti minta saidan yang buatkan ya cil.. Jangan aq ya.. Aq ndak bisa soalnya.. ��
BalasHapus