Bab I. Defenisi Tarbiyah Dzatiyah
Tarbiyah
dzatiyah adalah sejumlah sarana tarbiyah (pembinaan), yang diberikan orang
Muslim, atau Muslimah, kepada dirinya, untuk membentuk kepribadian islami yang
sempurna di seluruh sisinya; ilmiah, iman, akhlak, sosial, dan lain sebagainya,
dan naik tinggi ke tingakatan kesempurnaan sebagai manusia. Atau dengan kata
lain, tarbiyah dzatiyah adalah tarbiyah seseorang terhadap diri sendiri dengan
dirinya sendiri. Dengan defenisi seperti itu, tarbiyah dzatiyah setara dengan
tarbiyah jama’iyah (kolektif) atau forum-forum umum yang dikerjakan seseorang,
atau ia geluti bersama orang lain, atau ia ter-tarbiyah (terbina) di dalamnya
bersama mereka.
Bab II. Urgensi Tarbiyah Dzatiyah
1.
Menjaga diri mesti didulukan daripada menjaga orang lain
Tarbiyah
seorang muslim terhadap dirinya tidak lain adalah upaya melindunginya dari
siksa Allah ta’ala dan neraka-Nya.
“Hai orang-orang
yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim : 6)
2.
Jika anda tidak men-tarbiyah (membina) diri anda, maka siapa yang
men-tarbiyah anda?
Siapa yang
men-tarbiyah seseorang saat ia berusia lima belas tahun, atau dua puluh tahun,
atau tiga puluh tahun, atau lebih? Jika ia tidak men-tarbiyah diri sendiri, ia
kehilangan waktu-waktu ketaatan dan moment-moment kebaikan.
3.
Hisab kelak bersifat individual
Hisab pada
hari kiamat oleh Allah ta’ala kepada hamba-hambaNya bersifat individual, bukan
bersifat kolektif.
“Dan setiap
mereka datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri” (QS. Maryam
: 95)
4.
Tarbiyah dzatiyah itu lebih mampu mengadakan perubahan.
Setiap orang
pasti punya aib, atau kekurangan, atau melakukan kelalaian dan maksiat, baik
maksiat kecil atau dosa. Jika masalahnya seperti itu, ia perlu memperbaiki
seluruh sisi negatif pada dirinya sejak awal, sebelum sisi negatif tersebut
membengkak. Dan seseorang tidak dapat meluruskan kesalahan-kesalahannya, atau
memperbaiki aib-aibnya, dengan sempurna dan permanen, jika ia tidak melakukan
upaya perbaikan ini, dengan tarbiyah dzatiyah, karena ia lebih tahu diri
sendiri dan rahasianya.
5.
Tarbiyah dzatiyah adalah sarana tsabat (tegar) dan istiqomah
6.
Sarana dakwah yang paling kuat
Cara yang
paling efektif untuk mendakwahi orang lain dan mendapatkan respon mereka ialah
dengan menjadi qudwah (panutan) yang baik dan teladan istimewa, di aspek iman,
ilmu, dan akhlaknya. Qudwah tinggi dan pengaruh kuat tersebut tidak dapat
dibentuk oleh sekian khutbah dan ceramah saja. Namun, dibentuk oleh tarbiyah
dzatiyah yang benar.
7.
Cara yang benar dalam memperbaiki realitas yang ada
Bagaimana
kiat memperbaiki realitas pahit yang dialami umat kita sekarang? Dengan
ringkas, langkah tersebut dimulai dengan tarbiyah dzatiyah, yang dilakukan
setiap orang dengan dirinya, dengan maksimal, syumul (universal), dan seimbang.
Sebab, jika setiap individu baik, baik pula keluarga, lalu masyarakat menjadi
baik. Begitulah, akhirnya pada akhirnya realitas umat menjadi baik secara
total, sedikit demi sedikit
8.
Karena keistimewaan tarbiyah dzatiyah
Urgensi
tarbiyah dzatiyah lainnya ialah mudah diaplikasikan, sarana-sarananya banyak,
dan ada terus pada orang muslim di setiap waktu, kondisi, dan tempat.
Bab III. Ketidakpedulian Kepada Tarbiyah Dzatiyah
1.
Minimnya ilmu
2.
Ketidakjelasan sasaran dan tujuan
Orang yang
merasa tujuannya dalam hidup ini tidak jelas berjalan bersama manusia di mana
saja mereka berjalan. Maka tidak mengherankan, kalau ia begitu lengket dengan
seluruh sarana kehidupan yang semuanya dijadikan tujuan utama kehidupan
sehingga ia tidak peduli dengan tarbiyah dirinya, pembersihan, perbaikan, dan
pengarahan dirinya.
3.
Lengket dengan dunia
4.
Pemahaman yang salah tentang tarbiyah.
Ia
berpendapat tarbiyah dzatiyah membuat dirinya terputus dari kehidupan dan
manusia, serta terisolir dari mereka. Atau menyita sedkit waktu dan tenaganya.
Atau merasa tidak membutuhkan tarbiyah dzatiyah karena telah menunaikan
kewajiban agamanya yang paling penting sehingga tidak perlu lagi mengerjakan
ibadah-ibadah lain yang tidak wajib.
5.
Minimnya basis tarbiyah
6.
Langkanya murobbi (pembina)
Seseorang
dalam hidupnya sangat membutuhkan taujih (pengarahan), tarbiyah, dan
pengajaran, sejak masa kecilnya hingga ia dewasa dan tua, serta hingga ia
meninggal dunia.
7.
Perasaan akan panjangnya angan-angan
Merasa bahwa
umur masih panjang, dan masih banyak waktu yang tersedia untuk melakukan
tarbiyah diri pada waktu yang tidak sibuk lagi sehingga menyebabkan
ketidakpedulian akan tarbiyah dzatiyah
Bab IV. Sarana-Sarana Tarbiyah Dzatiyah
1.
Muhasabah
Melakukan
muhasabah (evaluasi) terhadap dirinya atas kebaikan dan keburukan yang telah ia
kerjakan, meneliti kebaikan dan keburukan yang ia miliki, agar ia tidak
terperanjat kaget dengan sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya pada
hari kiamat.
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS.
Al-Hasyr : 18)
Dari Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda : “Orang cerdas (berakal)
ialah orang yang menghisab dirinya dan berbuat untuk setelah kematian. Dan,
orang yang lemah ialah orang yang mengikutkan dirinya kepada hawa nafsunya dan
berangan-angan kepada Allah.” (At-Tirmidzi)
Panduan muhasabah :
a.
Urgensi muhasabah secara rutin
Ibnu
Al-Qayyim rahimahullah berkata menjelaskan salah satu kiat muhasabah, “Hal yang
paling bermanfaat bagi orang ialah ia duduk sesaat ketika hendak tidur. Ia
lakukan muhasabah terhadap dirinya pada saat tersebut atas kerugian dan
keuntungannya pada hari itu. Lalu, ia memperbaharui taubatnya dengan nasuhah
kepada Allah, lantas tidur dalam keadaan bertaubat dan bertekad tidak
mengerjakan dosa yang sama jika ia telah bangun. Itu ia kerjakan setiap malam.
Jika ia meninggal pada malam tersebut, ia meninggal dalam keadaan taubat. Jika
ia bangun, ia bangun dalam keadaan siap beramal, senang ajalnya ditunda, dan
siap mengerjakan perbuatan-perbuatan yang belum ia kerjakan.”
b.
Skala prioritas yang penting
ü Memuhasabahi
kesehatan akidahnya, kebersihan tauhidnya dari syirik kecil dan tersembunyi.
ü Memuhasabahi
pelaksanaan kewajiban-kewajiban, shalat lima waktu, berbakti kepada orang tua,
menyambung hubungan kekerabatan, amar ma’ruf nahi munkar.
ü Memuhasabahi
sejauh mana dirinya menjauhi hal-hal yang haram dan kemungkaran-kemungkaran.
ü Memuhasabahi
sejauh mana melakukan ibadah-ibadah sunnah dan ketaatan lainnya
c.
Jenis-jenis muhasabah
1. Muhasabah
diri sebelum berbuat
2. Muhasabah
diri setelah berbuat
3. Muhasabah
diri atas ketaatan kepada Allah yang telah ia lalaikan
4. Muhasabah
diri atas perbuatan yang lebih baik tidak ia kerjakan daripada ia kerjakan
5. Muhasabah
atas hal-hal mubah dan wajar
d.
Muhasabah atas waktu
Muhasabah
diri tentang alokasi waktunya, yang merupakan usia dan modalnya. Apa ia telah
gunakan waktunya dalam kebaikan, amal shalih, dan hal-hal bermanfaat bagi orang
lain? Atau sebaliknya?
e.
Ingat hisab besar
Allah akan
menghisab hamba-hambaNya pada hari kiamat, dengan hisab yang cermat, dan
bertanya pada mereka tentang apa saja yang telah mereka kerjakan, perbuatan
baik atau perbuatan buruk.
2.
Taubat dari segala dosa
Panduan :
a.
Hakikat dosa.
Dosa pada
hakikatnya adalah tidak mengerjakan kewajiban-kewajiban syar’i, atau
melalaikannya, dalam bentuk tidak mengerjakannya dengan semestinya.
b.
Syarat-syarat taubat.
Taubat
nasuhah (hakiki) ialah taubat jujur dan serius, yang menghapus
kesalahan-kesalahan sebelumnya dan melindungi pelakunya dari dosa-dosa
sebelumnya.
c.
Semua dosa itu kesalahan
d.
Hukuman di dunia
Dosa, yang
pelakunya tidak bertaubat darinya, punya hukuman segera di dunia, sebelum di
akhirat, kendati kadang kejadiannya agak tertunda. Dari sinilah, kecerdasan
akal orang muslim ketika ia banyak bertaubat dan beristighfar di setiap waktu dan
kondisi, dengan harapan Allah mengampuninya di dunia dan tidak menghukumnya di
akhirat.
e.
Di antara trik jiwa kita
Makar setan
terhadap manusia dan perjuangannya mati-matian untuk menipu manusia dengan
segala cara menyebabkan manusia menunda-nunda taubat dan kembali kepada Allah,
dengan banyak argumentasi.
3.
Mencari ilmu dan memperluas wawasan
Caranya
sangat banyak, antara lain menghadiri pertemuan-pertemuan yang mengkaji ilmu
ilmiah dan tarbiyah, membaca buku, mengunjungi ulama, pemikir, peneliti,
mendengar kaset ilmiah dan ceramah, dan lain sebagainya.
Yang perlu
diperhatikan dalam mencari ilmu antara lain, ikhlas dalam mencari ilmu, rajin
dan meningkatkan pengetahuan, menerapkan ilmu yang didapatkan, dan tunaikan hak
ilmu dengan berdakwah kepada orang lain.
4.
Mengerjakan amalan-amalan iman
Antara lain :
ü Mengerjakan
ibadah-ibadah wajib seoptimal mungkin
ü Meningkatkan
porsi ibadah-ibadah sunnah
ü Peduli
dengan ibadah dzikir seperti membaca al-qu’ran dan berdzikir
Hal-hal penting antara lain :
ü Urgensi
shalat lima waktu, muslim hendaknya tetap konsisten mengerjakan shalat lima
waktu dan serius menunaikannya secara berjama’ah di masjid, sesuai dengan
rukun-rukun, kewajiban, dan sunnahnya pada waktunya sembari menjauhi kesalahan
yang biasa dilakukan.
ü Antara ibadah
dan adat istiadat, menjadikan ibadah tidak sekedar rutinitas fisik tanpa ruh,
hendaknya dilaksanakan dengan sepenuh hati dan jiwa kita
ü Ilmu
pengetahuan tidak cukup, ilmu saja tidak cukup jika tidak ditunaikan dalam amal
perbuatan
ü Kita tidak
lupa dzikir kepada Allah
ü Memanfaatkan
sebaik mungkin saat-saat rajin
ü Memanfaatkan
sebaik mungkin waktu-waktu dan tempat-tempat mulia
ü Urgensi
tawazun (seimbang), melakukan ibadah dengan seimbang, tidak menelantarkan
ibadah yang satu hanya karena melakukan ibadah yang lain.
5.
Memperhatikan aspek akhlak (moral)
Tarbiyah dzatiyah dalam aspek moral antara
lain :
ü Sabar
ü Membersihkan
hati dari akhlak tercela
ü Meningkatkan
kualitas akhlak
ü Bergaul
dengan orang-orang yang berakhlak mulia
ü Memperhatikan
etika-etika umum
6.
Terlibat dalam aktivitas dakwah
ü Merasakan
kewajiban dakwah
“Katakan,
‘Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah
dengan hujjah yang nyata’.” (QS. Yusuf : 108)
ü Menggunakan
setiap kesempatan untuk berdakwah
ü Terus-menerus
dan tidak berhenti di tengah jalan
ü Pintu-pintu
dakwah itu banyak, cara berdakwah itu tidak hanya berceramah saja, melainkan
senyum, perkataan yang baik, dan lain sebagainya itu merupakan dakwah
ü Kerjasama
dengan pihak lain atau dengan kata lain beramal jama’i’
7.
Mujahadah (jihad/bersungguh-sungguh)
ü Sabar adalah
bekal mujahadah
ü Sumber
keinginan, mujahadah dan keinginan datang dari jiwa, ketekunan, dan membayar
harganya sesuai dengan semestinya
ü Bertahap
dalam melakukan mujahadah
ü Jadilah anda
orang yang tidak lalai
ü Siapa yang mengambil
manfaat dari mujahadah?, anda adalah pihak pertama dan terakhir yang mengambil
manfaat jika bermujahadah
8.
Berdoa dengan jujur kepada Allah
Doa adalah
permintaan seorang hamba kepada Allah, pengakuan ketidakberdayaan dan
kemiskinan dirinya, pernyataan tidak punya daya dan kekuatan, serta penegasan
tentang daya, kekuatan, kodrat, dan nikmat Allah
Rasulullah
saw bersabda : “Iman pasti lusuh di hati salah seorang dari kalian, sebagaimana
pakaian itu lusuh. Karena itu, mintalah Allah memperbaharui iman di hati
kalian.” (diriwayatkan Ath-Thabrani dan sanadnya hasan)
Arahan-arahan dalam doa :
ü Kebutuhan
kita kepada doa
ü Waktu-waktu
dan tempat-tempat terkabulnya doa
ü Syarat-syarat
doa antara lain, makan makanan yang halal, minta dengan sungguh-sungguh, menampakkan
kelemahan dan kepasrahan kepada Allah, menghadirkan hati, bertaubat dari dosa,
cinta dan takut kepadaNya
ü Jangan minta
doa dikabulkan dengan segera
ü Bermanfaatlah
untuk anda dan orang lain
Bab V. Buah
Tarbiyah Dzatiyah
1.
Mendapatkan keridhaan Allah dan surgaNya
2.
Kebahagiaan dan ketentraman
3.
Dicintai dan diterima Allah
4.
Sukses
5.
Terjaga dari keburukan dan hal-hal tidak mengenakkan
6.
Keberkahan waktu dan harta
7.
Sabar atas penderitaan dan semua kondisi
8.
Jiwa merasa aman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar